Jumat, 10 September 2010

Limbah PT. New Mont Minahasa Raya

bocahkawanua.wordpress.com
Sumber Foto : bocahkawanua.wordpress.com
PT. Newmont Minahasa Raya (PT. NMR) adalah perusahaan kontrak karya pertambangan emas yang berlokasi di Kabupaten Minahasa dan Kabupaten Bolaang Mongodow, Propinsi Sulawesi Utara. Kontrak Karya (KK) antara PT. NMR dengan Pemerintah Republik Indonesia ditandatangani pada tanggal 2 Desember 1986. Dokumen AMDAL PT. NMR disetujui pada tanggal 17 Nopember 1994. PT. NMR telah mulai berproduksi sejak mulai bulan Maret 1996. Bagian penting dari suatu proses pengelolaan emas adalah dimana tailing akan ditempatkan sesudah proses produksi. PT. Newmont Minahasa Raya merupakan perusahaan tambang yang memanfaatkan dasar laut sebagai media untuk menempatkan tailing yang dihasilkan dari proses penambangan. Dalam dokumen AMDAL disebutkan bahwa tailing hasil pengolahan bijih emas akan ditemptkan dibawah laut melalui pipa, dengan ujung pipa pada kedalaman 82 meter di bawah permukaan laut pada jarak sekitar 800 meter dari pantai. Sistem penempatan tailing dibawah ini disebut Submarine Tailing Placement (STP). Pemilihan sistem ini didasarkan pada pertimbangan kondisi lingkungan disekitar pertambangan.
seagrant.uaf.edu
Example submarine tailings disposal system detail - Sumber Foto : seagrant.uaf.edu
Dampak utama yang penting dari sistem ini adalah pengendapan dan penimbunan yang timbul akibat penempatan tailing didasar laut. Submarine Tailing Placement (STP) atau Submarine Tailing Disposel (STD) atau sistem pembuangan limbah tailing ke dasar laut, pertama-tama digunakan pada tahun 1971 oleh perusahaan tambang emas “Island Copper Mine” (ICM), Canada, dimana disitulah merupakan basis dari STD didesain dan dikembangkan untuk kegiatan pertambangan emas di daerah pesisir (Ellis, et al.1995a). Sampai saat ini, sistem tersebut digunakan oleh pertambangan lainnya yang mempunyai sistem yang sama dengan milik ICM, diantaranya adalah PT. Newmont Minahasa Raya (PT. NMR), Manado dan PT. Newmont Nusa Tenggara (PT. NNT) di Indonesia. Namun, masih terdapat pro dan kontra seputar penggunaan STD/STP di beberapa negara. Hal ini terjadi manakala sistem tersebut masih menjadi perdebatan apakah aman terhadap lingkungan, dan beberapa isu-isu lingkungan lainnya berkembang di negara yang menggunakansistem tersebut.
politikana.com
Sumber Foto : politikana.com
Penelitian limbah tailing sebelumnya menyebutkan bahwa komposisi bahan kimia tailing pada tingkat tertentu dapat menyebabkan pencemaran perairan yang dapat mengganggu kesehatan masyarakat di sekitar lokasi pembuangan dan juga dapat menyebabkan rusaknya sumberdaya ikan di sekitar lokasi pembuangan tailing pada dasarnya ada beberapa dampak penting yang secara konsisten terjadi di daerah pertambangan yang menggunakan STD/STP sekalipun pengontrolan dilakukan salah satu dampak tersebut adalah penutupan daerah dasar perairan dan bioakumulasi logam (Ellis,1988) dampak tersebut meliputi aspek fisik, biologi dan kimia. Terdapat perbedaan pendapat yang berkembang dengan model pengelolaan limbah taling dengan menggunakan STD/STP, yaitu kelompok yang menyatakan bahwa limbah tailing tidak menyebabkan degradasi sumberdaya dan lingkungan biofisik perairan teluk buyat. Pendapat ini berdasarkan kepada alasan teknis bahwa limbah tailing telah di tetapkan di perairan dengan kedalaman dibawah lapisan termoklin. Lapisan termoklin ini sangat stabil dan dapat mencegah (menghalangi) naiknya masa air dasar yang telah tersaluri tailing ke permukaan. Pendapat yang lain menyatakan bahwa perairan di sekitar teluk buyat telah menurunkan kualitas perairannya secara signifikan. Hal ini menurut mereka di buktikan dengan tingkat kekeruhan yang tinggi dan menurunnya sumberdaya perikanan. Berdasarkan surat keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup/Kepala Bapedal No. B1456/BAPEDAL/07/2000 tentang pembuangan limbah tailing ke teluk buyat, PT NMR di haruskan untuk memenuhi baku mutu yang telah di tetapkan dan melakukan studi ecologikal risk assessment (ERA). Studi ERA tersebut telah di laksanakan dalam waktu 6 bulan sesuai dengan batas waktu yang di berikan, dan telah di sampaikan kepada Menteri Negara Lingkungan Hidup/Kepala BAPEDAL pada tanggal 11 Januari 2001. di dalam salah satu tugas KLH adalah melakukan pemantauan kualitas lingkungan, untuk memenuhi banyaknya pertanyaan tentangkualitas lingkungan di lokasi kegiatan pertambangan. Untuk memenuhi tugas tersebut maka dilakukan pemantauan kualitas lingkungan di daerh pertambangan PT. Newmont Minahasa Raya, khususnya di teluk buyat sebagai lokasi tempat penimbunan tailing .
Permasalahan

Sistem Penempatan Limbah Bawah Laut/Tailing. Dimana PT. Newmont Minahasa Raya (PT. NMR) adalah perusahaan tambang emas yang menerapkan Sistem Penempatan Tailing Bawah Laut/ Submerine Tailing Placement (STP) terhadap hasil akhir proses pengolahnn emas yang dilakukan. Tailing PT. NMR berupa Lumpur Kental (slurry) yang terdiri atas air dan partikel batuan yang sangat halus (>70 mikron) yang dihasilkan dari proses penghancuran, penggilingan dan pemanggangan terhadap batuan-batuan yang mengandung emas. Perbandingan Antara padatan dan cairan dari tailing ini adalah kurang lebih 40% padatan dan 60% cairan. Penempatan tailing dalam bentuk Lumpur Kental (slurry) disalurkan lewat pipa didasar laut sampai kedalaman 82 meter dan dengan perbedaan densitas antara tailing dan air Iaut membuat tailing mengendap ke dasar Iaut .
Limbah Tailing
invisiblethreads.comTailing adalah satu jenis limbah yang dihasilkan oleh kegiatan tambang. Selain tailing kegiatan tambang juga menghasilkan limbah lain seperti, limbah batuan keras (overburden), limbah minyak pelumas, limbah kemasan bahan kimia, dan limbah domestik. Limbah-limbah itu baru satu bagian dari permasalahan pertambangan yang ada .
Tailing, dalam dunia pertambangan selalu menjadi masalah serius. Limbah yang menyerupai lumpur kental, pekat, asam dan mengandung logam-logam berat itu berbahaya bagi keselamatan makhluk hidup. Apalagi jumlah tailing yang dibuang oleh setiap perusahaan tambang mencapai ribuan ton perhari. Bahkan di beberapa tempat penambangan seperti PT Freeport Indonesia dan PT. Newmont Nusa Tenggara jumlah tailing yang dibuang mencapai ratusan ribu ton setiap hari .
Limbah tailing berasal dari batu-batuan dalam tanah yang telah dihancurkan hingga menyerupai bubur kental oleh pabrik pemisah mineral dari bebatuan. Proses itu dikenal dengan sebutan proses penggerusan. Batuan yang mengandung mineral seperti emas, perak, tembaga dan lainnya, diangkut dari lokasi galian menuju tempat pengolahan yang disebut processing plant. Di tempat itu proses penggerusan dilakukan. Setelah bebatuan hancur menyerupai bubur biasanya dimasukkan bahan kimia tertentu seperti sianida atau merkuri, agar mineral yang dicari mudah terpisah. Mineral yang berhasil diperoleh biasanya berkisar antara 2% sampai 5% dari total batuan yang dihancurkan. Sisanya sekitar 95% sampai 98% menjadi tailing, dan dibuang ke tempat pembuangan.
Dalam kegiatan pertambangan skala besar, pelaku tambang selalu mengincar bahan tambang yang tersimpan jauh di dalam tanah, karena jumlahnya lebih banyak dan memiliki kualitas lebih baik. Untuk mencapai wilayah konsentrasi mineral di dalam tanah, perusahaan tambang melakukan penggalian dimulai dengan mengupas tanah bagian atas yang disebut tanah pucuk (Top Soil). Top Soil kemudian disimpan di suatu tempat agar bisa digunakan lagi untuk penghijauan paska penambangan. Setelah pengupasan tanah pucuk, penggalian batuan tak bernilai dilakukan agar mudah mencapai konsentrasi mineral. Karena tidak memiliki nilai, batu-batu itu dibuang sebagai limbah, dan disebut limbah batuan keras (overburden). Tahapan selanjutnya adalah menggali batuan yang mengandung mineral tertentu, untuk selanjutnya di bawah kepro cessing plant dan diolah. Pada saat pemrosesan inilah tailing dilakukan.
Sebagai limbah sisa batu-batuan dalam tanah, tailing pasti memiliki kandungan logam lain ketika dibuang. Tailing hasil penambangan biasanya mengandung mineral inert (tidak aktif). Mineral itu antara lain : kwarsa, klasitdan berbagai jenis aluminosilikat. Walau demikian tidak berarti tailing yang dibuang tidak berbahaya. Sebab tailing penambangan emas mengandung salah satu atau lebih bahan berbahaya beracun : seperti : Arsen (As), Kadmium (Cd), Timbal (Pb), Merkui Sianida (Cn) dan lainnya. Logam-logam yang berada dalam tailing sebagian adalah logam berat yang masuk dalam kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Pada awalnya logam itu tidak berbahaya jika terpendam dalam perut bumi. Tapi ketika ada kegiatan tambang, logam-logam itu ikut terangkat bersama batu-batuan yang digali, termasuk batuan yang digerus dalam processing plant. Logam-logam itu berubah menjadi ancaman ketika terurai di alam bersama tailing yang dibuang.
Tabel berikut adalah contoh kandungan logam berat yang terdapat dalam tailing PT. Newmont Nusa Tenggara. Data diambil dari dokumen Amdal perusahaan. Secara fisik komposisi tailing terdiri dari 50% fraksi pasir halus dengan diameter 0,075 -0,4 mm dan sisanya berupa fraksi lempung dengan diameter 0,075 mm. Keadaannya semakin menakutkan karena limbah tailing yang dibuang oleh satu aktivitas pertambangan berjumlah jutaan ton .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar