Bermulanya Minahasa dikenal di Peta Dunia
Simon Kos, seorang Belanda,
pejabat VOC di Ternate pada tahun 1630 memasuki tanah Minahasa dibawah
pengaruh Spanyol. Kos melaporkan hasil perjalanannya kepada Batavia yang
waktu itu menjadi pusat pemerintahan dibawah kekuasaan persekutuan
dagang, ‘Verenigde Oost-Indiesche Compagnie.” Kos melaporkan bahwa
Sulawesi Utara cukup potensial, baik lahan maupun posisi letaknya
strategis sebagai jalur lintas rempah-rempah dari perairan Maluku menuju
Asia-Timur. Lagi pula jalur lintas niaga laut lebih tenang bagi
pelayaran kapal-kapal kayu dibanding melalui Laut Cina Selatan. Kos
melaporkan bahwa kehadiran Spanyol di Laut Sulawesi hingga perairan
Maluku Utara merupakan ancaman bagi kepentingan niaga VOC bila ingin
menguasai gudang rempah-rempah kepulauan Maluku.
Laporan
Simon Kos mendapat perhatian dari Jan Pieter Zoon Coen,
Gubernur-Jendral VOC di Batavia yang ingin mengusir Spanyol dari
kepulauan Maluku Utara guna melakukan monopoli. Usaha perluasan pengaruh
di Laut Sulawesi memperoleh peluang bagi VOC terjadi disaat penduduk
Minahasa berjuang menghadapi kolonialisme Spanyol. Minahasa mengalami
rawan sosial, dan wanita setempat menjadi korban pemerkosaan dari para
musafir Spanyol.
Masa itu VOC memperoleh dukungan
dari pemerintahannya yang dilanda trauma kolonialisme Spanyol di Eropa
Utara, termasuk Belanda. Invasi itu menyebabkan Belanda perang
kemerdekaan di pertengahan abad ke-16 yang mashur dengan sebutan Perang
80 tahun. Spanyol kalah, dan kekalahannya berlanjut hingga Asia-Timur
dan Asia-Tenggara serta kawasan Pasifik Barat-Daya. Selain dengan
Spanyol, Belanda juga memusuhi Portugis yang juga menjadi saingannya
dalam usaha perluasan koloni. Yang terakhir ini juga berlomba adu
pengaruh dengan Spanyol memperebutkan gudang produksi rempah-rempah di
Maluku sebelum pembentukan pemerintahan gabungan Portugis-Spanyol pada
1580.
Menado Dalam Peta Dunia
Pengenalan
tanah Minahasa oleh bangsa-bangsa Barat diawali dengan kedatangan
musafir Spanyol pada 1532. Bermula sejak bandar Malaka didatangi
kapal-kapal Portugis pimpinan D'Abulquergue pada 1511 membuka jalur laut
menuju gugusan kepulauan Maluku. Jalur ini kemudian baru dimapankan
pada 1521. Sebelumnya kapal-kapal Spanyol pimpinan Ferdinand Magelhaens
merintis pelayaran dalam usaha tujuan serupa yang dilakukan Portugis.
Bedanya jalur ini dilakukan dari ujung benua Amerika-Selatan melintasi
samudera Pasifik dan mendarat di kepulauan Sangir Talaud di laut
Sulawesi.
Sebelum menguasai kepulauan Filipina pada
1543, Spanyol menjadikan pulau Manado Tua sebagai tempat persinggahan
untuk memperoleh air tawar. Dari pulau tersebut kapal-kapal Spanyol
memasuki daratan Sulawesi-Utara melalui sungai Tondano.
Hubungan musafir Spanyol dengan penduduk pedalaman
terjalin melalui barter ekonomi bermula di Uwuran (sekarang kota
Amurang) ditepi sungai Rano I Apo. Perdagangan barter berupa beras,
damar, madu dan hasil hutan lainnya dengan ikan dan garam.
Gudang Kofi
Minahasa menjadi penting bagi Spanyol, karena
kesuburan tanahnya dan digunakan Spanyol untuk penanaman kofi yang
berasal dari Amerika-Selatan untuk dipasarkan ke daratan Cina. Untuk itu
di-bangun Manado sebagai menjadi pusat niaga bagi pedagang Cina yang
memasarkan kofi kedaratan Cina. Nama Manado dicantumkan dalam peta dunia
oleh ahli peta dunia, Nicolas_Desliens‚ pada 1541. Manado juga menjadi
daya tarik masyarakat Cina oleh kofi sebagai komoditi ekspor masyarakat
pedalaman Minahasa. Para pedagang Cina merintis pengembangan gudang kofi
(kini seputar Pasar 45) yang kemudian menjadi daerah pecinan dan
pemukiman. Para pendatang dari daratan Cina berbaur dan berasimilasi
dengan masyarakat pedalaman hingga terbentuk masyarakat pluralistik di
Minahasa bersama turunan Spanyol, Portugis dan Belanda.
Kemunculan nama Manado di Sulawesi Utara dengan berbagai
kegiatan niaga yang dilakukan Spanyol menjadi daya tarik Portugis sejak
memapankan posisinya di Ternate. Untuk itu Portugis melakukan pendekatan
mengirim misi Katholik ke tanah Minahasa pada 1563 dan mengembangkan
agama dan pendidikan Katholik.
Lomba Adu Pengaruh di Laut Sulawesi
Sebenarnya kedatangan Portugis ke Minahasa
adalah kehendak kesultanan Ternate yang waktu itu berada dibawah
kepemimpinan Sultan Hairun yang mengklaim bahwa Sulawesi-Utara sebagai
fazal ekonomi kesultanan yang diganggu Spanyol. Sultan Hairun juga
menggunakan kekuatan Portugis untuk "menjinakkan" masyarakat "Alifuru"
yang tidak ingin tunduk kepada kepemimpinan kesultanan Ternate.
Kedatangan para musafir Portugis diterima dengan tangan
terbuka oleh penduduk setempat, tetapi tidak disenangi Spanyol, karena
menjadi saingan. Dilain pihak penduduk setempat tidak menyenangi Spanyol
karena sering membuat onar, apalagi merusak sentra-sentra budaya
masyarakat pedalaman. Persaingan Spanyol dengan Portugis memuncak hingga
Minahasa menjadi ajang konflik. Pertikaian berakhir dan Spanyol
memperoleh konsesi di Sulawesi Utara ketika Spanyol dan Portugis menjadi
kesatuan dibawah kepemimpinan raja Spanyol pada 1580.
Penetrasi Budaya dan Agama
Minahasa yang semula merupakan
tempat persinggahan, oleh Spanyol menjadi pangkalan penting guna
menguasai Filipina dan dipusatkan di Manado dan Amurang. Juga dijadikan
sebagai pusat logistik bahan-bahan pangan guna menunjang personal mereka
di kepulauan Cebu (Filipina) dan Maluku. Hal ini terjadi setelah gudang
produksi beras daerah Kali ditepi Danau Tonsawang milik masyarakat
"Alifuru" dikuasai Spanyol. Sedangkan gudang beras di Tondano
diperolehnya dengan jalan damai. Sebab para walak yang memimpin Tondano
dikenal sangat ketat dan memberi perlawanan sengit terhadap penetrasi
luar yang merugikan wilayahnya.
Spanyol tidak ingin
mengambil risiko untuk berkonfrontasi dengan Tondano agar tidak
membahayakan eksistensinya di Laut Sulawesi guna merebut Filipina
dibawah kekuasaannya. Untuk itu Spanyol melakukan pendekatan atas dasar
persamaan hak dengan para pemuka masyarakat penghuni sekitar tepi danau
Tondano.
Persaingan Adi-Kuasa Eropa dikawasan Laut
Sulawesi hingga perairan Laut Maluku Utara untuk menguasai kepulauan
Maluku penghasil rempah-rempah mulai berkembang sejak awal abad ke-17.
Persaingan itu telah mengganggu ketenteraman masyarakat Sulawesi-Utara
dari lomba pengaruh yang bermula antara Spanyol dengan Portugis. Posisi
Minahasa menonjol sebagai kantong ekonomi terutama sebagai produsen
beras oleh berbagai kerajaan diseputar Laut Sulawesi dan Laut Ternate.
Pedalaman Minahasa yang kaya sebagai lumbung beras yang
dimiliki masyarakat "Alifuru" diseputar danau Tondano tidak tersentuh
oleh penetrasi luar.
Spanyol dan Portugis secara
bertahap memperluas pengaruh budaya Hispanik dan menyebarkan agama
Katolik di pedalaman tanah Minahasa hingga memungkinkan baginya
menguasai pedalaman Sulawesi-Utara.
Penetrasi
diplomasi agama dan budaya hingga Spanyol berhasil membentuk dan
menguasai jaringan niaga bagi penyaluran hasil produksi komoditi
pedalaman Minahasa. Akibatnya tata-niaga penduduk setempat mengalami
rasa ketergantungan dari Spanyol. Pendekatan diplomasi budaya dan agama
yang berlanjut dengan menguasai tata-niaga perdagangan berkembang
menjadi kolonialisme hingga Spanyol tidak disenangi penduduk setempat
karena menimbulkan berbagai akibat buruk oleh dominasi ekonomi dan
kehidupan sosial dan selama hampir satu abad.
Pertentangan Eropa Selatan- Eropa Utara di Laut Sulawesi
Keadaan
berubah di abad ke-17 ketika Belanda dan Inggris mulai memperlihatkan
supremasi di Asia-Tenggara dan perairan Maluku. Sejak itupun Sulawesi
Utara menjadi penting bagi VOC yang berkedudukan di Batavia dan ingin
memperluas pengaruh hingga Maluku Utara. Sebab kawasan ini sangat
strategis untuk mengawasi Laut Sulawesi terhadap ancaman dari utara.
Peranan kota Manado sejak pendudukan Spanyol mulai menonjol sebagai
pusat logistik bahan pangan, terutama komoditi beras yang dihasilkan
pedalaman Minahasa. Kapal-kapal VOC untuk pertama kali memasuki bandar
Manado pada 1607 untuk membeli beras dan bahan pangan lainnya yang
diperlukan sebagai bekal bagi perjalanan menuju daratan Cina. Namun
tidak memperoleh hasil karena larangan Spanyol yang telah menguasai
niaga Sulawesi-Utara.
Pada 1607 Gubernur Cornelis
Mattelief dari Batavia mengutus Jan Lodewijk Rossingeyn menjalin
hubungan niaga, namun ditolak oleh Spanyol. Usaha pendekatan dilanjutkan
pada 1610 ketika pimpinan VOC di Batavia mengutus Kapten Verhoeff yang
juga gagal. Verhoeff memberi laporan lengkap mengenai potensi yang
dimiliki Minahasa hingga menarik minat Batavia untuk menguasai Sulawesi
Utara bagi kepentingan keamanan VOC di Maluku.
Pihak
VOC mulai melakukan konsolidasi kekuatan untuk merebut Laut Sulawesi
dari Spanyol dipusatkan di Ambon. Pertempuran singkat Spanyol-Belanda
berkecamuk pada bulan Agustus 1614 dikepulauan Siau dengan kemenangan
Belanda. Setelah kekalahan di Siau, Spanyol memusatkan kekuatannya di
Manado. Untuk menghadapi serbuan Belanda, dibangun membangun sebuah
benteng dipesisir kota itu yang berhadapan dengan pulau Manado Tua.
Kekalahan di Siau menurunkan citra Spanyol di kalangan
penduduk sekitar Laut Sulawesi hingga memperlemah posisinya di
Maluku-Utara. Tetapi menguntungkan posisi VOC memperluas pengaruh di
Maluku-Utara dengan Kesultanan Ternate. Kemenangan gemilang dimungkinkan
karena VOC sebelumnya menjalin hubungan persahabatan dengan para pemuka
kesultanan pada 1607 yang dendam terhadap Spanyol. Hal ini terjadi
karena Spanyol menangkap Sultan Sahid Berkat dan diasingkan ke Manila.
Pihak kesultanan Ternate mendekati Belanda sebagai pengimbang menghadapi
kekuatan Spanyol. Jaminan keamanan dari VOC diperoleh Ternate ketika
putera Sahid, Sultan Modafar diangkat menduduki singgasana kepemimpinan
pada 1610 tanpa gangguan Spanyol.
Diplomasi Minahasa
Kehadiran Belanda dan Inggris sebagai Adi-Kuasa di
perairan Maluku memberi angin bagi para walak tanah Minahasa untuk
mengusir Spanyol dari Minahasa dengan melakukan pendekatan kepada pihak
Belanda yang telah menguasai Ternate setelah berhasil menyingkirkan
kekuatan Portugis diperairan Maluku. Pendekatan terjadi ketika tiga
kepala walak masing-masing: Supit, Paat‚ dan Lontoh‚ melakukan misi
diplomasi dan berhasil menemui perwakilan VOC di Ternate pada 1630.
Sebelum memerangi Spanyol, pihak VOC mendekati Inggris untuk tidak
mencampuri. Karena Inggris juga memiliki pengaruh dibeberapa kepulauan
Maluku dan hubungan antara Belanda dengan Inggris cukup akrab karena
sama-sama memusuhi Spanyol dan Portugis saling berlomba melakukan
perluasan pengaruh di kawasan Asia-Pasifik.
Inggris
sepakat membiarkan Belanda mengusir Spanyol dari Sulawesi-Utara terutama
dari tanah Minahasa. Pada awal abad ke-17 Inggris dan Belanda saling
bahu membahu melakukan pengembangan usaha menuju Asia-Tenggara sebagai
hasil solidaritas mengusir penjajahan Spanyol dari Eropa Utara.
Pengembangan East India Company yang didirikan oleh Inggris tidak beda
dengan VOC. Perluasan persekutuan dagang Belanda dan Inggris sempat
dihambat oleh Spanyol dan Portugis yang merupakan saingan. Namun kedua
negeri Hispanik ini tidak berdaya membendung kekuatan armada laut asal
Eropa-Utara ini, hingga kehilangan pengaruh di Maluku. Tetapi jalinan
hubungan akrab Belanda-Inggris tidak abadi dan berakhir dengan
konfrontasi akibat penyakit monopoli menguasai rempah-rempah. Persaingan
serupa juga dialami antara Spanyol dengan Portugis hingga sejak abad
ke-17 kawasan Asia-Tenggara menjadi lomba konflik para Adi-Kuasa asal
Eropa.
Usaha para walak membawa hasil memupuskan
kekuasaan Spanyol di tanah Minahasa. Spanyol kehilangan dominasi
terhadap Laut Sulawesi antara penguasa Spanyol dengan Belanda di Eropa
melalui Perjanjian Munster ‚ pada tahun 1648.
Sengketa Belanda-Spanyol di Minahasa
Pengaruh VOC di
Sulawesi Utara tidak disenangi Spanyol. Sebab Spanyol telah menanamkan
modal dengan pengembangan berbagai komoditi pertanian ekspor seperti
kofi, pisang dan kopra di Sulawesi-Utara. Komoditi ini merupakan potensi
niaga dengan Asia-Timur, terutama daratan Cina. Untuk itu dikirim
Bartholomeus de Soisa dari Filipina mempertahankan posisi Sulawesi-Utara
terutama tempat penghuni masyarakat Minahasa. Spanyol menduduki daerah
Uwuran dan beberapa tempat dipesisir pantai pada 1651 dengan bantuan
prajurit asal Makassar. Karena yang terakhir ini mengklaim
Sulawesi-Utara sebagai bagian dari wilayah kesultanan Makassar.
Pendudukan ini menimbulkan reaksi Belanda di Ternate. Dibawah pimpinan
Simon Kos, pada akhir 1655 kekuatan Belanda mendarat di muara sungai dan
langsung membangun benteng.
Pembangunan Benteng
‘De_Nederlandsche_Vastigheit‚’ dari kayu-kayu balok sempat menjadi
sengketa sengit antara Spanyol dengan Belanda. Kos berhasil meyakinkan
pemerintahannya di Batavia bahwa pembangunan benteng sangat penting
untuk mempertahankan posisi Belanda di Laut Sulawesi. Dengan menguasai
Laut Sulawesi akan mengamankan posisi Belanda di Maluku dari Spanyol.
Setelah memperoleh dukungan sepenuhnya dari Batavia, Kos
berlayar menuju Manado disertai dua kapal perang Belanda, Molucco dan
Diamant pada awal 1661 dari Ternate. Kekuatan ini mengalahkan Spanyol
dan Makassar hingga di Manado hingga Amurang pada bulan Februari 1661.
Belanda memapankan pengaruhnya di Sulawesi-Utara dan merubah benteng
semula dengan bangunan permanen dari beton. Benteng ini memperoleh nama
baru, ‘Ford Amsterdam‚’ dan diresmikan oleh Gubernur VOC dari Ternate,
[1]Cornelis Francx‚ pada 14 Juli 1673 (Benteng terletak dikota Manado
dibongkar oleh Walikota Manado pada 1949 - 1950). Sejak saat itu Spanyol
memusatkan koloninya di Filipina sebagai basis kepentingan ekonomi di
Asia-Timur. Kolonialisme Spanyol di Filipina berakhir dan diserahkan
Amerika Serikat pada 1896 akibat kalah dalam perang AS-Spanyol pantai
Barat Amerika-Utara.
Diplomasi para walak mendekati
Belanda berhasil mengusir Spanyol dari Minahasa. Namun konsekwensi yang
harus dialami adalah rintisan jalur niaga laut di Pasifik hasil rintisan
Spanyol sejak abad ke-17 terhenti dan mempengaruhi perekonomian
Sulawesi Utara. Sebab jalur niaga ini sangat bermanfaat bagi penyebaran
komoditi eskpor ke Pasifik. Sejak itupun pelabuhan Manado menjadi sepi
dan tidak berkembang yang turut mempengaruhi pengembangan kawasan
Indonesia bagian Timur hingga Pasifik Barat Daya. Dilain pihak,
pelabuhan Manado hanya menjadi persinggahan jalur niaga dari Selatan
(berpusat di Surabaya, Tanjung Priok yang dibangun oleh Belanda sejak
abad ke-XVIII) ke Asia-Timur melalui lintasan Selat Makassar. Itupun
hanya digunakan musiman saat laut Cina Selatan tidak di landa gelombang
ganas bagi kapal-kapal. Sedangkan semua jalur niaga Asia-Timur
dipusatkan melalui Laut Cina Selatan, Selat Malaka, Samudera Hindia,
Tanjung Harapan Atlantik-Utara yang merupakan pusat perdagangan dunia.
Sebagai akibatnya kegiatan hubungan ekonomi diseputar
Laut Sulawesi secara langsung dengan dunia luar praktis terlantar.
Karena penyaluran semua komoditi diseluruh gugusan nusantara melulu
diatur oleh Batavia yang mengendalikan semua jaringan tata-niaga dibawah
kebijakan satu pintu. Penekanan ini membawa derita berkepanjangan bagi
kegiatan usaha penduduk pedalaman Minahasa.
Pergeseran
pengaruh kekuasaan dari Spanyol kepada Belanda telah merubah sistem
tata-niaga dimana komoditi Sulawesi-Utara tidak dapat berhubungan
langsung dengan berbagai pasaran dipaparan Pasifik. Jaringan niaga Laut
Sulawesi di Asia-Timur dan rintisan jalur niaga Pasifik yang
menghubungkan kawasan ini dengan daratan benua Amerika oleh Spanyol
praktis tertutup. Semua komiditi ekspor ekonomi penduduk Sulawesi-Utara
dikendalikan melulu dari Batavia diciptakan sejak zaman VOC dilanjutkan
oleh pemerintahan Hindia-Belanda sebagai penguasa tunggal terhadap
imperium kolonial terbesarnya di Asia-Tenggara.
Namun
tekanan ini menimbulkan motivasi tersendiri bagi masyarakat Minahasa
mempertahankan eksistensi keberadaannya dengan pengembangan diplomasi
seperti yang dilakukan para Walak Minahasa dalam cara menghadapi
kolonialisme Barat.
Terlepas dari penderitaan yang
dialami Minahasa dari penjajahan baik Spanyol maupun Portugis, namun
hikmah dari kolonialisme Eropa hingga Minahasa mengenal pengetahuan
westernisasi. Pengetahuan ini dijadikan sebagai senjata penangkal
terhadap penetrasi kolonialisme Barat dengan menggunakan pengetahuan
Barat.
Bermulanya Pertentangan VOC Dengan Pemerintah Belanda
Ternyata penyakit lomba monopoli menjadi penyebab hingga
dampak dari perang 80 tahun di Eropa-Utara oleh rumpun Hispanik
berkembang di Asia-Timur dan Tenggara dan masing-masing saling berlaga
lomba adu pengaruh. Walau satu benua, tetapi masing-masing memiliki
persepsi saling berbeda agama. Pengaruh reformasi agama di Eropa-Utara
hingga perbedaan dengan Eropa-Selatan turut berperan. Hal ini terlihat
dari gaya terapan kolonialisme "Pax Europeana" dikawasan ini, yang mana
masing-masing memiliki caranya sendiri. Begitu pula dalam pengembangan
unsur agama dan penyebaran Kristenisasi diberbagai koloni. Koloni-koloni
Spanyol dan Portugis dialiri pengembangan Jesuitisme, sedangkan Belanda
dan Jerman mengembangkan Protestantisme.
Di
Minahasa mulanya berkembang Katolik pada era [1]Conquistadores‚ antara
Spanyol dan Portugis yang pernah membagi peta bumi dalam dua bagian dan
memperoleh titik temunya di perairan Halmahera. Kekalahan Spanyol dan
Portugis dari Belanda digugusan nusantara (kecuali Filipina dan
kepulauan Nusa Tenggara-Timur dan Timor-Timur) dan Pasifik Barat-Daya
(penyerahan Irian dari Spanyol kepada Jerman) posisi geografi
kolonialisme Eropa mengalami perubahan sejak abad ke-19. Asia-Tenggara,
Laut Sulawesi, Maluku hingga Pasifik Barat-Daya bebas dari kolonialisme
Spanyol dikuasai Belanda, Amerika-Serikat dan Jerman (hingga 1918).
Mulanya VOC menghendaki gugusan Nusantara melulu menjadi
garapan ekonomi sesuai fungsi dari [1]Hak Oktroi‚ yang diperolehnya
ketika lembaga ini didirikan pada tahun 1602 melalui persetujuan
Staten-General.‚ VOC langsung berada dibawah pengawasan dari ‘Heren
Zeventien,’ yang menempatkan wakil dari masing-masing provinsi di
Belanda menanam modal terwujudnya usaha dagang sekaligus penunjang
ekonomi di negeri Belanda yang dibentuk awal abad ke-17 di Amsterdam.
Namun pertentangan berkembang ketika ‘Staten-General‚’ yang merupakan
lembaga eksekutif tertinggi Belanda pada 1617 memutuskan melakukan
pengembangan Kristenisasi diberbagai wilayah yang dikuasai VOC. Hal ini
dilakukan guna mengimbangi Spanyol dan Portugis yang ketika itu
mengembangkan agama Katolik diberbagai koloninya di Asia-Timur hingga
Pasifik. Pengembangan agama dilakukan dengan dibangunnya berbagai sarana
pendidikan Kristen dan gereja. Hadirnya pengembangan agama Kristen yang
dikehendaki oleh pihak Staten-General tidak disenangi VOC yang ternyata
memiliki persepsi sendiri dalam cara mengembangkan kekuasaannya
terhadap imperium terbesarnya digugusan kepulauan nusantara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar